Sabtu, 10 Maret 2012

wisata kuliner gunung kidul


0Share

Sego Abang, Lombok Ijo, Walang Goreng Gunungkidul Yogyakarta




131848201185248400
Gambar sego abang, pinjam Google.
Selama ini sehari-hari kita banyak mengkonsumsi nasi putih. Namun ada varian nasi lainnya, yaitu beras hitam yang hanya tumbuh dan dibudidayakan di daerah tertentu, dan beras merah atau brown rice yang sudah banyak dijual di pasaran dan menjadi ikon Gunungkidul Yogyakarta. Beras merah inilah yang disebut dalam bahasa Jawa sebagai sego abang.
Sego abang merupakan hasil produk pertanian di ladang tadah hujan. Wilayah Gunungkidul memiliki curah hujan rendah dan jenis tanah berbatu, maka hanya padi tadah hujan saja yang sanggup tumbuh subur. Sebagian dari jenis padi tadah hujan tersebut menyajikan nasi berwarna merah dengan cita rasa khas.
Benar-benar Alami
Jika anda berkunjung ke Yogyakarta, sudah banyak warung makan yang menyediakan menu “sego abang lombok ijo”, yaitu nasi merah dengan sayur tempe dan lombok hijau. Di berbagai warung yang menyajikan sego abang, mereka benar-benar menjaga nilai tradisional sego abang, mulai dari cara pemetikan padi, pengolahan menjadi beras, hingga penyajian di atas meja.
Para pemilik warung telah menjalin kerja sama dengan petani penanam padi tadah hujan jenis gogo, mendel, atau segreng yang ketiganya menghasilkan padi berwarna merah. Umur tanam padi jenis tersebut serupa dengan padi sawah, tetapi dengan produktivitas yang lebih rendah.
Pemanenan padi dilakukan helai per helai dengan pemotongan batang padi menggunakan “ani-ani”. Pemiliki warung hanya menerima buliran padi yang belum terpisah dari batangnya. Pegawai warung yang memisahkan beras merah dari sekam dengan cara menumbuk secara tradidional dan manual.
Padi yang ditumbuk jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya beras merah yang akan dimasak. Memasak beras merah pun harus menggunakan tungku tanah liat memakai kayu bakar. Beras harus “dikaru” sebelum kemudian ditanak menggunakan kukusan dari anyaman bambu (soblok). Cara memasak tersebut membuat rasa nasi lebih gurih dan lunak, tetapi tidak lembek. Berbeda dengan nasi putih yang matang hanya dalam setengah jam, nasi merah baru siap dihidangkan setelah dimasak selama tiga per empat jam. Dalam satu hari, mereka bisa memasak nasi merah dua kali, yaitu pagi dan tengah hari.
Sego Abang, Lombok Ijo, Walang Goreng
Untuk menikmati sego abang, biasanya disajikan sayur lombok ijo. Sayur ini diracik dari potongan cabai hijau yang dipadukan dengan tempe kedelai, dengan kuah santan kelapa. Tumisan tempe yang digunakan sebagai pelengkap sayur pun bukan tempe sembarangan. Tempe tersebut harus dibuat dengan cara tradisional dan dibungkus daun pisang atau daun jati.
Kuah santan dengan racikan bumbu berupa bawang merah, bawang putih, kemiri, serta tambahan lengkuas serta daun salam ini menghadirkan rasa gurih bercampur pedas. Pengunjung yang ingin menambah rasa pedas sayur bisa menambah pesanan berupa sambal terasi serta sambal bawang.
Selain sayur lombok ijo, juga tersedia lauk lain untuk pendamping, seperti daging sapi goreng, iso babat goreng, ikan wader goreng, kerupuk, emping dan urap trancam. Bahkan jika anda datang langsung ke Gunungkidul, akan mendapatkan menu yang sangat istimewa, yaitu belalang goreng. Benar, belalang goreng ! Belum penah mencoba kan ? Kayak primitif gitu lah…. Namanya belalang juta dengan species Shistocerca Gregaria yang diolah dengan cara digoreng, familier disebut ‘walang goreng’.
Sangat Tradisional
Tak hanya menu makanannya yang khas, suasana warung makan pun banyak yang mempertahankan suasana khas pedesaan. Tembok warung masih berupa dinding anyaman bambu. Pengunjung pun bisa memilih duduk di kursi maupun lesehan di atas balai-balai kayu yang dilambari alas tikar pandan. Seluruh menu makanan disajikan dalam piring-piring terpisah, seperti layaknya di rumah makan nasi padang.
Banyak warung yang tetap mempertahankan gaya penyajian warung yang sangat tradisional, tidak mencantumkan menu serta daftar harga. Biasanya pengunjung baru tahu harga makanan ketika membayar di kasir.

UNIQLY JAVA's

Asal Mula Gunungkidul dan Bupati Pontjodirdjo

Asal mula Kabupaten Gunungkidul dan Bupati Pontjodirjo, berawal dari runtuhnya kerajaan Majapahit. Beberapa orang pelarian dari Majapahit masuk melalui Gunung Gambar wilayah Kecamatan Ngawen, dan berhasil membuka hutan untuk tempat tinggal di Pongangan wilayah Kecamatan Nglipar. Salah seorang pelarian dari Majapahit, yang sekaligus sebagai pimpinannya dari masih bersaudara dengan Raja Brawijaya bernama R. Dewa Katong.
Di Pongangan R.Dewa Katong, karena kegigihan dan ketekunanya berhasil membangun sebuah dusun dan tidak lama kemudian banyak dihuni penduduk. Namun R.Dewa Katong.tetap melakukan semedi bertapa. dengan maksud agar kelak anak cucunya menjadi orang yang berguna bagi orang lain serta tetap diberikan keselamatan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak lama kemudian R.Dewa Katong.mendapat wagsit bahwa permintaanya dikabulkan, akhirnya R.Dewa Katong.pindah kehutan lain sekitar 10 Km dari Pongangan. Ditempat yang baru ini R.Dewa Katong karena usianya yang sudah tua akhirnya meningal dunia, dan tempat ini kemudian diberi nama Desa Katongan hinga saat ini.
Anak dari R.Dewa Katong.yang bernama R.Suromejo, ternyata juga gigih membangun seperti orang tuanya, sehingga di Pogangan semakin ramai dihunu penduduk, karena keramaian itu kemudian R.Suromejo memutuskan untuk pindah tempat didekat pohon Mojo yang tumbuh diatas karang, tempat ini kemudian diberi nama Karangmojo hingga saat ini.
Di Karangmojo R.Suromejo berhasil membangun lingkungannya, sehingga ditempat yang baru ini juga menjadi ramai dihuni penduduk. Namun karena keberhasilanya ini akhirnya didengar oleh raja mataram Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan dikartasuro.Tidak lama kemudian, Sunan Amangkurat Amral menugaskan Tumenggung Prawiropekso, untuk bisa membuktikan dan melihat secara langsung kebenaran berita yang menyebutkan bahwa pelarian dari Majapahit telah berkembang dan membangun Karangmojo.
Sesampainya di Karangmojo Tumenggung Prawiropekso lang sung memberikan nasehat kepada R.Suromejo agar secepatnya minta izin kepada Sunan Amangkurat Amral Jika ingin tetap tingal di Karangmojo, karena Karangmojo ini masuk Kekuasaan Mataram. namun R.Suromejo berpendapat lain, bahkan menyatakan bahwa tempat ini tidak ada dasar yang menentukan milik Sunan Amangkurat Amral. karena masing-masing mempertahankan argumentasinya, akhirnya terjadi peperangan.
Dalam peperangan ini akhirnya R.Suromejo kalah dan akhirnya menyerah kepada Tumenggung Prawiropekso. 3 orang putranya terbunuh dalam peperangan itu yaitu Ki Mitowijoyo, Ki Poncobenawi, Ki Ponco Sadewa(menantu). dan seorang putranya masih hidup yaitu Ki Poncodirjo.
Ki Poncodirjo ini kemudian takluk, sehingga oleh Pangeran Samberyowo ditunjuk dan diangkat menjadi Bupati Gunungkidul yang pertama dengan gelar Mas Tumenggung Poncodirjo pada tahun1831.
Namun demikian Mas Tumenggung Poncodirjo tidak lama menjabat menjadi Bupati, karena dengan adanya penentuan batas daerah Gunungkidul, antara Sultan dan Mangkunegoro II pada tanggal 13 Mei 1831. Maka Gunungkidul pada saat itu (dikurangi Ngawen daerah enelave Mangkunegara) telah menjadi daerah Kadipaten.
Selanjutnya setelah Gunungkidul resmi menjadi Kabupaten dibawah kekuasaan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, maka beliau diberhentikan dan diangkat Bupati baru dari Kasultana Yogyakarta bernama R. Tumenggung Prawirosatika. Maka pusat pemerintahan dipindahkan dari Pati. Ponjong ke Wonosari, yang saat ini Wonosari juga merupakan hutan belantara, tetapi sudah berhasil dibuka oleh Demang. Kemudian Demang Wonopaworo karena jasanya diangkat menjadi sesepuh Demang di Gunungkidul. itulah sekilas awal mula terjadinya Gunungkidul dan Bupati Pertama Pontjodirdjo