Sego Abang, Lombok Ijo, Walang Goreng Gunungkidul Yogyakarta
Selama
ini sehari-hari kita banyak mengkonsumsi nasi putih. Namun ada varian
nasi lainnya, yaitu beras hitam yang hanya tumbuh dan dibudidayakan di
daerah tertentu, dan beras merah atau brown rice yang sudah banyak
dijual di pasaran dan menjadi ikon Gunungkidul Yogyakarta. Beras merah inilah yang disebut dalam bahasa Jawa sebagai sego abang.
Sego
abang merupakan hasil produk pertanian di ladang tadah hujan. Wilayah
Gunungkidul memiliki curah hujan rendah dan jenis tanah berbatu, maka
hanya padi tadah hujan saja yang sanggup tumbuh subur. Sebagian dari
jenis padi tadah hujan tersebut menyajikan nasi berwarna merah dengan
cita rasa khas.
Benar-benar Alami
Jika
anda berkunjung ke Yogyakarta, sudah banyak warung makan yang
menyediakan menu “sego abang lombok ijo”, yaitu nasi merah dengan sayur
tempe dan lombok hijau. Di berbagai warung yang menyajikan sego abang,
mereka benar-benar menjaga nilai tradisional sego abang, mulai dari cara
pemetikan padi, pengolahan menjadi beras, hingga penyajian di atas
meja.
Para
pemilik warung telah menjalin kerja sama dengan petani penanam padi
tadah hujan jenis gogo, mendel, atau segreng yang ketiganya menghasilkan
padi berwarna merah. Umur tanam padi jenis tersebut serupa dengan padi
sawah, tetapi dengan produktivitas yang lebih rendah.
Pemanenan
padi dilakukan helai per helai dengan pemotongan batang padi
menggunakan “ani-ani”. Pemiliki warung hanya menerima buliran padi yang
belum terpisah dari batangnya. Pegawai warung yang memisahkan beras
merah dari sekam dengan cara menumbuk secara tradidional dan manual.
Padi
yang ditumbuk jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya beras merah yang
akan dimasak. Memasak beras merah pun harus menggunakan tungku tanah
liat memakai kayu bakar. Beras harus “dikaru” sebelum kemudian ditanak
menggunakan kukusan dari anyaman bambu (soblok). Cara memasak tersebut
membuat rasa nasi lebih gurih dan lunak, tetapi tidak lembek. Berbeda
dengan nasi putih yang matang hanya dalam setengah jam, nasi merah baru
siap dihidangkan setelah dimasak selama tiga per empat jam. Dalam satu
hari, mereka bisa memasak nasi merah dua kali, yaitu pagi dan tengah
hari.
Sego Abang, Lombok Ijo, Walang Goreng
Untuk
menikmati sego abang, biasanya disajikan sayur lombok ijo. Sayur ini
diracik dari potongan cabai hijau yang dipadukan dengan tempe kedelai,
dengan kuah santan kelapa. Tumisan tempe yang digunakan sebagai
pelengkap sayur pun bukan tempe sembarangan. Tempe tersebut harus dibuat
dengan cara tradisional dan dibungkus daun pisang atau daun jati.
Kuah
santan dengan racikan bumbu berupa bawang merah, bawang putih, kemiri,
serta tambahan lengkuas serta daun salam ini menghadirkan rasa gurih
bercampur pedas. Pengunjung yang ingin menambah rasa pedas sayur bisa
menambah pesanan berupa sambal terasi serta sambal bawang.
Selain
sayur lombok ijo, juga tersedia lauk lain untuk pendamping, seperti
daging sapi goreng, iso babat goreng, ikan wader goreng, kerupuk, emping
dan urap trancam. Bahkan jika anda datang langsung ke Gunungkidul, akan
mendapatkan menu yang sangat istimewa, yaitu belalang goreng. Benar,
belalang goreng ! Belum penah mencoba kan ? Kayak primitif gitu lah….
Namanya belalang juta dengan species Shistocerca Gregaria yang diolah dengan cara digoreng, familier disebut ‘walang goreng’.
Sangat Tradisional
Tak
hanya menu makanannya yang khas, suasana warung makan pun banyak yang
mempertahankan suasana khas pedesaan. Tembok warung masih berupa dinding
anyaman bambu. Pengunjung pun bisa memilih duduk di kursi maupun
lesehan di atas balai-balai kayu yang dilambari alas tikar pandan.
Seluruh menu makanan disajikan dalam piring-piring terpisah, seperti
layaknya di rumah makan nasi padang.
Banyak
warung yang tetap mempertahankan gaya penyajian warung yang sangat
tradisional, tidak mencantumkan menu serta daftar harga. Biasanya
pengunjung baru tahu harga makanan ketika membayar di kasir.
sayange gambare ra ketoro lis neng halamanku
BalasHapus