Kamis, 03 Mei 2012

RAIH CITA-CITA MU DI SINI

AMIKJTC SEMARANG

Sabtu, 26 Desember 2009

Akademi Manajemen Informatika dan Komputer JTC yang juga disebut AMIK JTC berdiri pada tahun 2001 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 203/D/O/2001, dengan 2 Program Studi yaitu Manajemen Informatika dan Komputerisasi Akuntansi.AMIK JTC merupakan salah satu Perguruan Tinggi Komputer di kota Semarang yang memiliki jenjang pendidikan Diploma 3 (D3) .

Didirikan sebagai bentuk pengembangan Lembaga Pendidikan ALFABANK untuk mengakomodasi permintaan alumni ALFABANK yang sadar akan pentingnya pendidikan tinggi serta menjawab kebutuhan tenaga kerja yang profesional dan mencetak sumber daya manusia yang mandiri dalam bidang Manajemen Informatika dan Komputerisasi Akuntansi.

Saat ini Akademi Manajemen Informatika dan Komputer JTC memiliki kampus yang berlokasi di Jl Kelud Raya No 19 Semarang, telepon 024-8310002, 70444592, sebuah tempat yang mudah dijangkau dengan transportasi umum.

Sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap masyarakat akan mutu/kualitas pendidikan, AMIK JTC telah melaksanakan proses Akreditasi BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi). Hasilnya, Program Studi Manajemen Informatika dan Komputerisasi Akuntansi Terakreditasi masing-masing C dan B, berdasarkan SK BAN PT No. 017/BAN-PT/Ak-VII/Dpl-III/XII/2007.

sumber:
www.goole.com/http://www.amikjtc.com/index.php?menu=sejarah

budaya dan wisata di gunung kidul


FEATURES






Ritual Budaya di Gunungkidul Jadi Potensi Wisata




YOGYAKARTA, ITM- Masyarakat di Gunungkidul pada umumnya masih sangat menjaga tradisi budaya yang telah tumbuh dan hidup selama bertahun tahun. Kemasan acara tradisi tersebut, selalu dihubungkan dengan siklus hidup manusia dan alam raya, memiliki potensi wisata yang bisa menarik wisatawan.

Hal itu disampaikan Azis, direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Yogyakarta dalam siaran pers yang dikirimkan kepada ITM, Minggu (1/10). Dia menyebut contoh, kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Jelok, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, dalam rangka menyambut musim tanam dan memohon keselamatan kepada Tuhan YME.

Mereka mengadakan ritual Merti Kali, berupa iring-iringan gunungan hasil panen dan doa bersama yang dilaksanakan di tengah sungai (kali) yang melintasi dusun mereka.

Acara Merti Kali tahun ini menjadi lebih menarik karena dikemas dalam acara Festival Kali Oya, dengan berbagai macam acara.
Kemasan Festival Kali Oya ini diprakarsai oleh Komunitas Belajar Kampung Nusantara, yang telah beberapa tahun ini mendirikan komunitas belajar dan sekolah alam di dusun tersebut.

“Melihat dari antusiasnya masyarakat dalam mengikuti acara tersebut, serta mampu menarik perhatian dari masyarakat luar dusun, bahkan luar Gunungkidul, acara semacam itu sebenarnya bisa di kemas menjadi atraksi wisata, sebagai dukungan terhadap promosi wisata di Gunungkidul,” tulisnya.

Apalagi kondisi alam dan lingkungan di Dusun Jelok, Desa Beji tersebut, sangat asri dan masih menyimpan dan menjaga tradisi dan adat istiadat masyarakatnya.semoga ke depan instansi terkait di Pemda Gunungkidul, maupun di Provinsi DIY, mampu melihat potensi ini.

Informasi selengkapnya hubungi:
Aziz, Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Yogyakarta. Jl Baron No 05 Siraman, Wno Gk Telp (0274)393162, email:azizgarda@yahoo.co.id


SUMBER:www.google.com/gunung kidul budaya dan wisata

Penyadapan Informasi


NAMA:Nurul Qolisdiyanto
NIM:10010881/DMI.4.4


Ditinjau dari penyerangan,cara penanggulangan dan tinjauan hukum
Penyadapan informasi termasuk salah satu kegiatan intelijen komunikasi. Yaitu suatu kegiatan merekam/mencuri dengar dengan/atau tanpa memasang alat/perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk mendapatkan informasi baik secara diam-diam ataupun terang-terangan.
Agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dan gangguan ketertiban, pemerintah harus mengatur kegiatan ini. Regulasi penyadapan informasi telah dimiliki oleh Pemerintah Indonesia yaitu Undang-Undang (UU) nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Peraturan Menteri nomor 01/P/M.KOMINFO/03/2008 tentang Perekaman Informasi untuk Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara.
Pada prinsipnya, setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun seperti tertuang dalam UU no. 36 tahun 1999 pasal 40. Yang dimaksud oleh pasal ini adalah penyadapan yang tidak sah. Dalam pasal 30 UU no. 11 tahun 2008 ditambahkan dengan dilarang mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain untuk mencuri informasi/dokumen elektronik dengan cara apapun secara tanpa hak atau melawan hukum (kegiatan hacking dan cracking).
Selain melarang kegiatan penyadapan atau intersepsi (pasal 31), UU ITE juga melarang kegiatan jamming (pasal 33) dan phishing (pasal 35).
Namun demikian, dalam pasal 41 UU no. 36 tahun 1999 terdapat keharusan bagi setiap penyelenggara jasa telekomunikasi untuk merekam pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi. Nantinya, hasil perekaman itu akan digunakan sebagai pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi.
Agar tidak terjadi penyalahgunaan hasil perekaman tersebut, dalam pasal 42 disebutkan bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan/atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi yang diselenggarakannya. Dan hanya digunakan untuk kepentingan proses peradilan pidana.

Kemudian sebagai turunan dari UU no. 36 tahun 1999 ini Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) mengeluarkan Peraturan Menteri nomor 01/P/M.KOMINFO/03/2008 tentang Perekaman Informasi untuk Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara. Peraturan Menteri ini mengatur ketentuan teknis perekaman, tatacara penyadapan informasi secara legal oleh Pemerintah yang ditujukan bagi kepentingan nasional/negara dengan memperhatikan etika dan perlindungan kerahasiannya.
Penyadapan informasi dalam peraturan ini dijabarkan sebagai perekaman informasi yaitu kegiatan mendengarkan, mengikuti, menelusuri, mencatat atau merekam suatu informasi dan/atau komunikasi seseorang oleh Penyelenggara Jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi atas permintaan yang dilakukan secara sah oleh aparat intelijen negara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
Penyadapan informasi yang dilakukan oleh negara dalam Peraturan ini digunakan untuk melindungi masyarakat dari tindak pidana, perlindungan konsumen, mendukung penyelenggaraan negara yang bersih, membuktikan sebuah tindakan pidana, memberantas korupsi, mencegah penyalah gunaan obat-obatan psikotropika, mencegah penyalahgunaan narkotika, mencegah tindak pidana pencucian uang, mencegah tindak pidana terorisme dan mempertahankan kepentingan negara.
Dalam pasal 2 lebih ditegaskan bahwa Perekaman Informasi secara sah dilaksanakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, keamanan, kemitraan, etika, kepercayaan pada diri sendiri, perlindungan privasi, kepastian hukum, kepentingan umum, pertahanan negara, kerahasiaan, keamanan dan keutuhan informasi, serta kehati-hatian.
Namun sangat disayangkan kegiatan perekaman ini masih mengacu pada standar asing bukan standar Indonesia seperti disebutkan dalam pasal 7 ayat (3), “Standar internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain European Telecommunications Standards Institute (ETSI) untuk lawful interception atau panduan sesuai Communications Assistance for Law Enforcement Act (CALEA)”. Bunyi ayat (2) yang dirujuk adalah “Konfigurasi teknis alat dan/atau perangkat perekaman sesuai dengan ketentuan standar internasional yang berlaku dengan memperhatikan prinsip kompatibilitas.”
Mengenai kerahasiaan hasil penyadapan/perekaman, seperti halnya perlindungan informasi hasil perekaman pada UU no. 36 tahun 1999, dalam peraturan ini disebutkan secara lebih spesifik yaitu :
dalam pasal 13 ayat (1) Informasi yang diperoleh melalui perekaman sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini bersifat rahasia dan hanya dapat dipergunakan oleh Intelijen Negara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Dan ayat (2) Penyelenggara Telekomunikasi dan Intelijen Negara, serta pihak-pihak yang terkait dengan diperolehnya informasi melalui perekaman informasi ini dilarang baik dengan sengaja atau tidak sengaja menjual, memperdagangkan, mengalihkan, mentransfer dan/atau menyebarkan informasi, dan/atau membuat informasi tersebut menjadi dapat diakses publik, baik perekaman secara tertulis, lisan maupun menggunakan komunikasi elektronik kepada pihak manapun.

Bila terjadi pelanggaran atau penyalahgunaan maka sanksi pidana telah mengancam. Namun ada yang agak unik, untuk pelanggaran perorangan jauh lebih berat sanksinya daripada pelanggaran oleh perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi seperti tertuang dalam pasal 56 UU no. 36 tahun 1999, “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun”. Dalam pasal 57, “Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Sedangkan UU ITE mempidana (perorangan) dengan penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak delapan ratus juta rupiah.



SUMBER:www.google.com/Posted by hadiwibowo pada Desember 30, 2009